Senin, 12 Juni 2023

BERSYUKUR MENJADI ORANG RIFA'IYAH

 BERSYUKUR MENJADI ORANG RIFA’IYAH

 

Siapa Orang Rifa’iyah itu?

Kalau kalian ditanya apakah kalian orang Rifa’iyah? Pasti sebagian besar, atau bahkan semuanya membenarkan pertanyaannya. Pengakuan itu sudah otomatis muncul di benak yang dilahirkan dari mulut. Menjadi orang Rifa’iyah sepertinya sudah menjadi kesadaran bersama.  Bahkan kesadaran itu meresap ke bawah sadar.



Kalau pertanyaan diteruskan, faktor apa yang menyebabkan kita menjadi orang Rifa’iyah? Tentu serentak akan menjawab, karena faktor keturunan, sehingga sudah otomatis menjadi orang Rifa’iyah. Secara koor kita mengakui bahwa penentu tunggal silsilah keturunan manusia hanya Allah Swt. Setiap orang tak sedikitpun punya hak usulan, siapa Bapak-Ibunya, kakek-neneknya, bahkan lahir dimanapun kita tidak punya peran sedikitpun untuk menentukan, semuanya merupakan hak prerogatif Tuhan. Maka yang menjadikan kita sebagai orang Rifa’iyah itu hanya Allah semata.

Kalau menjadi orang Rifaiyah merupakan Qadla Qadar Allah maka sebaiknya kita yakin, mengimani bahwa:


1.     Menjadi orang Rifa’iyah merupakan jalan yang terbaik pilihan Allah Swt.  Ikhlas menjalaninya merupakan aplikasi dari rukun iman yang keenam.

 

2.     Kita tidak punya pilihan lain, kecuali menerima dan ridlo terhadap ketentuan dan ketetapan Allah yang telah menjadikan kita sebagai orang Rifa’iyah. Sebagaimana sandaran kita hadist Qudsi yang juga dikutip oleh KH. Ahmad Rifa’i dalam kitab Riayat al-Himmah


وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِيْ وَلَمْ يَصْبِرْ عَلَى بَلَائِيْ وَلَمْ يَشْكُرْ عَلَى نَعْمَائِيْ فَلْيَخْرُج تَحْتَ السَمَائِيْ وَلْيَطْلُبْ رَبًّا سِوَائِيْ

 

Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak ridho dengan keputusanKu, tidak sabar dengan ujianKu dan tidak mensyukuri nikmat-nikmatKu. Maka hendaklah ia keluar dari kolong langitku. Dan hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku”.

 

Berikutnya kita akan mendaftari beberapa hal yang patut kita syukuri apa saja yang dialami oleh Orang Rifa’iyah dan juga apasa saja kelebihannya sebagai ajaran dan sebagai budaya.


A.    Mudah dan Indah dalam Memahami Agama 


Guru kita KH. Ahmad Rifa’i yang lahir pada 9 Muharam 1200 H di Desa Tempuran Kendal telah berkarya menulis sekitar 65 judul kitab dan ratusan Tanbih dengan memakai bahasa Jawa (bahasa kaumnya) yang sebagian besar berbentuk syair. Diantara tujuannya agar anak muridnya dengan mudah memahami ajaran agama Islam. Alhamdulillah, pada kenyataannya memang sebagian warga Rifaiyah memahami perihal sah iman sah ibadah. 


Menurut Dr. Karel A Steenbrink dalam bukunya Beberapa Aspek tentang Islam abad 19 mengatakan: “KH. Ahmad Rifa’i merupakan satu-satunya orang yang mampu mengemukakan Islam dengan bahasa sederhana tanpa memakai idiomatik arab. Dan sebagai ulama beliau merupakan seorang yang sangat produktif dalam mengarang kitab.”


·       Rasa syukur kita bisa kita nyatakan dalam mengkaji, mengamalkan, mensyiarkan isi kitab beliau


·       Rasa syukur kita juga bisa kita aplikasikan dengan cara meneladani beliau. Beliau seorang pembaca, penulis, pencari dan penyebar ilmu yang tangguh. Sudahkah kita meneladaninya?


Adakah usaha, wahana bagi organisasi Rifa’iyah dalam mengembangkan keteladanan melek baca tulis (literasi) ini?


Selain mudah, bentuk tulisan syair merupakan keindahan bagi pelantun pendengarnya. Karena orang cenderung menikmati saat melantunkannya, apalagi didendangkan secara bersama-sama. Sehingga dengan berdendang, tanpa terasa orang dengan sendirinya menghafal ajaran-ajaran agama. Maka tak salah kalau pakar pendidikan mengatakan hal itu sebagai metode hafal tanpa menghafal. Cukup bernyanyi kamu tiba-tiba hafal.


Metode syair ini masih tetap eksis bahkan semakin digemari dalam dunia pendidikan, terutama pada metode pembelajaran. Kita bisa menyaksikan metode membaca kitab kuning ala Amtsilati -yang ditulis oleh KH. Taufiqul Hakim dari Bangsri Jepara, yang semua kitabnya menggunakan metode syiiran.


Sekarang berkembang puluhan kitab lainnya fan keilmuwan selain nahwu sharaf dengan metode yang sama. 


Kenapa metode syiiran bertahan sampai ribuan tahun? Menurut keyakinan saya, karena metode ini mencontoh metodenya Allah dalam al-Qur’an. Metode dan ilmu Allah tidak akan pernah punah. 


Bahkan syair-syair kitab Tarajumah sekarang diaransemen dengan genre berbagai macam jenis musik, hingga sampai genre musik gamelan. Sementara kita selaku muridnya yang dimudahkan, diindahkan oleh Beliau, sudahkah kita bersyukur dengan memilih aktivitas nguri-nguri kabudayan syiiran? Dan menjaga ajarannya yang ada dalam kitab Tarajumah?


B.     Metode Pendidikan Masa Depan


Lembaga pendidikan yang menggunakan metode ala barat, sangat berbeda dengan metode ala Rifa’iyah yang identik dengan Islam.


Berdasarkan sejarah bahwa lembaga pendidikan di Indonesia sering dikenal dengan pesantren dan sekolah. Pesantren merupakan pendidikan warisan Walisongo, dan sekolah berasal dari Belanda.


Sekolah merupakan produk pendidikan ala barat (Belanda), yang kemudian diadopsi oleh KH. Ahmad Dahlan, -pendiri Muhammadiyah- untuk ‘diislamkan’ sehingga dengan wadah sekolah diisi dengan ilmu-ilmu Islam. Madrasah Muallimin di Yogyakarta merupakan pendidikan ala barat yang telah diislamkan tersebut. 


Sudah mejadi strategi dakwah umat Islam Nusantara sejak jamannya Walisongo, selalu mengapresiasi budaya yang sudah ada tetapi tetap mengarahkan substansi budaya menjadi Islam. Termasuk sekolah sebagai produk budaya belanda yang ‘diruwat’ menjadi Islami. 

 

Sebagai contoh Menara pada awalnya merupakan budaya umat beragama majusi (zoroaster) penyembah api. Menara dari kata manarun artinya tempat perapian. Tapi kemudian diadopsi dijadikan bangunan yang menyertai masjid, dan fungsinya dirubah, sudah bukan tempat perapian lagi, tapi barangkali sekarang menjadi tempat pengeras suara.


Sebagaimana di gambarkan dalam film Sang Pencerah, -film besutan Hanung Bramantyo- pada awalnya orang-orang Islam alergi terhadap pendidikan sekolah yang digulirkan oleh KH. Ahmad Dahlan, tetapi ternyata sekarang banyak orang mengikutinya, karena perubahan yang terjadi tersebut. 


Kita bisa bertanya kira-kira dimana perbedaan pendidikan ala Barat dengan pendidikan ala Rifa’iyah? Pertama perbedaannya di konsep ilmu.


Kita perlu mundur sejenak agar bisa membedakan konsep ilmu dan tujuan pendidikannya KH. Ahmad Rifa’i dengan konsep dan tujuan pendidikan ‘barat’. 

Pertama konsep ilmunya KH. Ahmad Rifa’i kita kenal sebagai:

اَلْعِلْمُ اِدْرَكُ الشَّئِ بِحَقِيْقَتِهِ

 

Utawi artine ilmu kelawan sabener tingal atine 

Iku anemu ing sawiji-wiji kahanan kelawan satemene 

Lan weruh maleh atine ing kamaqsudane 

Ora selaya dene tingkah tinamune

 

“Yang dinamakan ilmu adalah sebenar-benarnya penglihatan hati. Untuk menemukan sesuatu keadaan sesungguhnya. Dan mengetahui juga hatinya dengan maksudnya (sesuatu itu). (kemudian) Tidak menyelisihi hal yang telah ditemukannya (tadi).”

 

Dalam bahasa sederhananya bahwa yang dinamakan ilmu itu mengetahui sesuatu sampai pada hakekatnya. Tidak sebatas itu. Dalam konsep beliau terdapat konsep Ilmu Nafi’ (ilmu yang bermanfaat). Percuma mencari ilmu, kalau tidak bermanfaat, karena akan menjadi beban berat bagi pelakunya di dunia dan akherat. Bahkan secara terang terangan dalam QS. As shaf: 2-3 Allah menegaskan kebenciannya kepada orang yang tidak mengamalkan apa yang sudah diketahui dan dikatakannya.

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

 

Mari kita perhatikan tulisan KH. Ahmad Rifa’i tentang konsep ilmu bermanfaat di dalam kitabnya Irsyad:

 

اَلْعِلْمُ النَّافِع يَزِيْدُ فِىْ خَوْفِكَ مِنَ اللهِ

 

Utawi ilmu manfaat wuwuh wedinira ing siksane

Netepi wajib ngedohi haram wedi dosane

Atawa wedi ing Allah luwih gunge kuasane

Ikulah wedine para Nabi ing Allah tinamune

Ikulah kelakuane wong duwe ilmu manfaat

Sabab pada weruh ing parnata gawe ibadah

Condonge ati ghalabah kerana akherat 

Mengo saking pengalapan dunya laku ma’siat

 

“(tanda) ilmu bermanfaat itu (ketika) bertambah khawatirnya (seseorang) terhadap siksa. (sehingga ia) menunaikan kewajiban dan menjauhi (perbuatan) haram (karena) takut dosa. Atau takut akan keagungan kekuasaan Allah. Itulah takutnya para Nabi kepada Allah, hal tersebut merupakan perilaku orang yang ilmunya bermanfaat, sebab (mereka) tahu pranata mengabdi (kepada Allah). Kecenderungan hati mengutamakan akherat. Mengelak dari memanfaatkan dunia (untuk) laku ma’siat.”

 

Dalam bahasa sederhananya bahwa hamba yang mampu memanfaatkan ilmunya bisa ditandai dengan kekhawatiran kedzalimannya dihadapan Tuhan. Serta karena keagungan-Nya ia merasa lemah, fakir, kecil, penuh dosa di hadapan Tuhan hingga muncul perasaan “harap-harap cemas” (khauf waraja).  Ketika dalam derajat demikian, seorang hamba akan mendekat kepada Allah. Sebagaimana kutipan KH. Ahmad Rifa’i didalam kitab Riayatul Himmah 

 

مَنْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا

 

“Barang siapa ilmunya bertambah, namun tidak dibarengi dengan bertambahnya petunjuk (ketakwaan), maka ia semakin jauh dari Allah.”

 

Sekarang kita bertanya bagaimana dengan konsep ilmu modern? Mengutip definisi ilmu modern dari Kamus Besar Bahasa Indonesia mengutarakan bahwa Ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun dengan secara sistematis menurut metode ilmiah yang bisa digunakan untuk menjelaskan dan menerangkan suatu kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan.

 

Dalam definisi ilmu tersebut, tidak sedikitpun disinggung kaitan ilmu dengan ketaatan kepada Allah, kalau dalam konsep pendidikan Islam Ilmu dan taqwa ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Karena berilmu menuntut harus mengamalkannya. Tidak mengamalkan ilmu beresiko tidak taqwa, bahkan dibenci oleh Allah. 

 

Sedangkan ilmu di barat sebatas ilmu yang tujuannya untuk pencapaian duniawiyah, kemanfaatan ukhrowiyahnya kurang diperhatikan. Hal ini bisa kita lihat bagaimana perndidikan yang diselenggarakan di kampus-kampus yang tidak mengenal kata ta’zir bagi para mahasiswa yang melanggar syariat, atau mereka yang tidak mau memanfaatkan ilmunya tersebut.

 

Anis Baswedan ketika menjadi menteri pendidikan mempelopori perubahan kurikulum pendidikan nasional dari KTSP menuju kurikulum 2013 diantara tujuanya adalah memperhatikah perkembangan akhlak dan ketakwaan siswa, dengan memasukkan penilaian sikap sosial dan sikap spiritual. Hal ini sejalan dengan konsep ilmu nafi’nya KH. Ahmad Rifa’i.

 

Yang menjadi kabar baik bagi umat Islam indonesia, alhamdulillah mereka telah berhasil mengolaborasikan antara pendidikan ala Barat dan Islam. Antara pesantren dan sekolah bisa hidup bersama bersanding, bahkan sekolah-sekolah, dan kampus-kampus sekarang berbondong-bondong untuk mendirikan asrama layaknya pesantren, dengan tujuan terbinanya akhlak dan ketaatan anak didik selama 24 jam.

 

C.     Batik Rifa’iyah Batik Peradaban

 

Menurut Seniman Batik Pekalongan Muhammad Sapuan, bahwa batik berdasarkan tujuannya dibedakan menjadi tiga kategori:

a.     Batik Batok

Batok kelapa dulu seringkali dibawa oleh para pengemis untuk wadah mencari uang. Sehingga maksud dari batik batok adalah batik yang tujuannya untuk mencari keuntungan materi semata.

 

b.     Batik Batuk

Batuk kepala dijadikan simbol berfikir, artinya banyak batik yang dikaji dengan berbagai pendekatan ilmu yang mengandalkan akal. Juga batik sebagai simbol identitas tertentu juga masuk dalam kategori batik batuk ini.

 

c.      Batik Batin

Maksud dari batik batin adalah batik dijadikan wasilah laku hidup untuk memperbaiki keadaan batin seseorang. Membatik bukan sekedar bertujuan mendapatkan keuntungan materi, tetapi keuntungan mendidik hatinya, sehingga lebih sabar, syukur, ridlo, ikhlas, mujahadah, istiqomah, tlaten, teberen, unen, upen, tiniron (ngeblat), benere kang diluru. 

 

Batik Rifaiyah termasuk dalam kategori batik batin yang memfungsikan Batik sebagai thariqat, jalan, metode untuk mendekatkan diri kepada Allah.

 

Berdasarkan isyarat dari Rasulullah bahwa kehancuran peradaban ditentukan oleh dua hal hubbudunya (cinta dunia) dan wakarahiyatul maut (takut mati), maka peradaban membatik ala Rifa’iyah merupakan upaya mencintai Allah dan mendidik kebaikan diri pelakunya. Bisa tidak bisa pelaku membatik tulis Rifaiyah harus sabar, karena bisa jadi satu lembar kain kalau dibatik membutuhkan waktu berbulan-bulan. Dst.

 

D.    Kelauarga Rifa’iyah Keluarga ideal untuk Manusia


Suatu hari seorang kandidat Doctor dari Universitas Indonesia (UI), Adlien Fadlia mengutarakan kesimpulannya setelah sekian lama meneliti keluarga Rifa’iyah, menurutnya bahwa cara berkeluarga ala Rifa’iyah merupakan jawaban terhadap tantangan jaman. Mengingat bahwa perceraian suami-istri akhir-akhir ini meningkat.


Berdasarkan buku data diuraikan bahwa Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada 2022. Angka ini meningkat 15,31% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus.


Jumlah kasus perceraian di Tanah Air pada tahun lalu bahkan mencapai angka tertinggi dalam enam tahun terakhir.


Adapun mayoritas kasus perceraian di dalam negeri pada 2022 merupakan cerai gugat, alias perkara yang gugatan cerainya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan. Jumlahnya sebanyak 388.358 kasus atau 75,21% dari total kasus perceraian tanah air pada tahun lalu.


Dalam tradisi masyarakat Rifa’iyah, bagi kedua calon mempelai, beberapa bulan sebelum akad nikah terlebih dahulu untuk mempelajari ilmu munakahat dan ilmu berkeluarga. Biasanya mereka mencari seorang Kiai atau Ustadz untuk membimbing menerangkan kitab Tabyin al-Islah. Tujuannya adalah supaya mereka tahu tentang hak dan kewajiban masing-masing suami istri. Juga mengetahui resiko dari Nusyuz (durhaka). 


Kemudian ada ketentuan apabila seorang istri bekerja untuk membatu istri ketentuannya dikerjakan di dalam rumah tangga. Aplikasi dari ajaran tersebut menghasilkan budaya batik Rifa’iyah bagi wanita. Dengan berprofesi di dalam rumah, maka seorang istri tidak menginggalkan kewajibannya melayani suami dan mengasuh anak.


Masih banyak kenikmatan anugerah Allah yang diberikan kepada orang dan masyarakat Rifa’iyah, yang apabila diungkap tak berkesudahan menjadi berbuku-buku. Maha Benar  firman Allah 

 

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

 

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Semoga kita selalu bersyukur ditakdirkan oleh Allah Swt menjadi Orang Rifa’iyah`

Wallahu ‘alaam


Paesan, 17 Mei 2023

Ahmad Saifullah

Sabtu, 24 Desember 2022

SERBA-SERBI TANBIHUNAN EDISI DESEMBER 2022 || AULA KELURAHAN KALIBAROS || METAMORFOSHA

SERBA-SERBI TANBIHUNAN EDISI DESEMBER 2022 || AULA KELURAHAN KALIBAROS || METAMORFOSHA

Alhamdulillah acara Tanbihunan edisi desember berjalan penuh hikmat, Sabtu 17 Desember 2022 di Aula Kelurahan Kalibaros, mereview memory kenangan tanbihunan yang pertama sekitar 2 tahun yang lalu. Persiapan rekan-rekan panitia membuahkan hasil yang menggembirakan, dengan konsep sederhana tapi penuh daging, begitulah para milenial menyebutnya.


Acara dimulai dengan lantunan Sholawat Badar secara berjama’ah yang dipimpin oleh rekan Sholihul Huda salah satu vokalis Badur Bopas. Dilanjutkan acara diskusi terbuka yang dimoderatori oleh rekan Agus Muhamad Shodiq, sebelum acara diskusi dimulai dibacakan terlebih dahulu prolog oleh rekan Shofarul Wildan Ahmad sebagai muqoddimah dengan tema METAMORFOSHA.
Acara tersebut dihadiri dari berbagai komunitas dan kelompok masyarakat, terlihat di posisi depan sebagai nara sumber ada Gus Asep (Kepala Sekolah MA Rifa’iyah Kedungwuni), Pak Arif Dirhamsyah (Direktur RKB Kota Pekalongan & Sejarahwan Kota Pekalongan) dan juga ada Kang Eko Suprihan (Pengurus suluk Pesisiran & Dosen Unikal). Hadir pula pada malam hari itu Habib Ali putra Habib Ahmad Sapugarut dari Komunitas Burdah Indonesia, Pak Din dari Balinggana Kabupaten Batang, dan juga perwakilan dari rekan-rekan AMRI Kota Pekalongan. Dari Komunitas Masyarakat Maiyah Suluk Pesisiran, Komunitas Paguyuban Pasar Senggol Kota Pekalongan dan juga Ikatan Keluarga pondok Modern Darussalam Gontor Cabang pekalongan juga ikut menghadiri pada acara tersebut.
Acara diskusi berjalan dengan sangat hangat dan akrab, berbagai hazanah keilmuan saling mengisi baik itu hukum, budaya, agama, sejarah, sosial, kenegaraan, dll. Memang begitulah Tanbihunan berbagai komunitas, kelompok, dan berbagai latar belakang yang berbeda berkumpul akrab, saling mengisi dan saling mengingatkan. Diatas hanya Allah dibawah hanya tanah, Kaki menapak dibumi jiwa berhubungan langsung dengan Yang di Arsy
Pada kesempatan tersebut Gus Asep mengungkapkan bahwa Tanbihunan Menjawab Tantangan Zaman, diskusi berjalan sekitar 3 jam dan acara Tanbihunan pun ditutup dengan bacaan surat Al Ikhlas, Al Falaq, An Naas secara berjama’ah dan dilanjutkan dengan Mahallul Qiyam yang dipimpin Oleh rekan Sholihul Huda dan Habil Ali dari Komunitas Burdah Indonesia.
Kami dari Omah Tanbihun Mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada seluruh rekan-rekan yang sudah turut serta mensukseskan acara Tanbihunan Edisi Desember ini, baik itu secara pendanaan, tenaga, maupun fikiran. Semoga Allah SWT membalas kebaikan panjenengan semua, dan nantikan Tanbihunan yang akan datang Edisi Januari. Tidak ketinggalan acara semacam ini juga kami siarkan secara live di media sosial kami, baik itu facebook, Instagram, Youtube, dll.













RESUME TANBIHUNAN EDISI DESEMBER || METAMORFOSHE

 *RESUME TANBIHUNAN EDISI DESEMBER || METAMORFOSHE*

"Forum forum seperti ini sebenarnya sudah lama ada, karena memang tawaran Al Qur'an sendiri kan ada istilah wajadilhum billati hiya Ahsan yang artinya berdiskusilah dengan mereka dengan yang lebih baik". Gus Asep mengawali diskusi Omah Tanbihun Edisi Desember 2022. Pada edisi kali ini Omah Tanbihun mengangkat tema "METAMORFOSA". Kalimat yang sebenarnya sudah sering kita dengar dari kecil bahkan telah diajarkan sejak berada di bangku sekolah sekolah dasar. Metamorfosa yang sering kita dengar sejak kecil merupakan rangkaian perjalanan kehidupan kupu - kupu yang berawal dari seekor ulat yang menjijikkan kemudian tumbuh menjadi kepompong dan berkembang menjadi kupu - kupu yang indah dan mempesona.


Metamorfosa yang garis besarnya adalah perubahan dari masa ke masa ternyata dialami juga oleh manusia. Secara sosiologi, dulu kita belajar dari pesantren ke pesantren, dari madrasah ke madrasah itu konsepnya menimba ilmu. Madrasah ibarat kata itu sumur dan untuk mendapatkan air yang ada di dalamnya kita harus mendatanginya. Berbeda dengan era sekarang, keterbukaan arus informasi ini membawa dampak perubahan sosial kemasyarakatan yang ada.
Perubahan itulah yang kemudian cepat atau lambatnya para sumur mengalami penurunan otoritas. Dahulu otoritas pengetahuan agama dipegang oleh Kiai, ulama, pendeta, biksu, di era sekarang semua bisa memberikan kontribusi pada pengayaan ilmu pengetahuan keagamaan. Dokter dahulu menjadi pemegang otoritas kesehatan. Dokter dapat menentukan informasi obat tanpa kuritas, sekarang semua pasien bisa secara mandiri menulusuri obat yang diberikan oleh dokter melalui Internet sehingga bisa turut mengontrol dokter sebagai pemegang otoritas kesehatan.
Hal demikian artinya bahwa perubahan itu merupakan keniscayaan, manusia diberikan kreativitas dan itu sudah menjadi ketetapan Tuhan. Maka keberhasilan sebuah metamorfosa kehidupan manusia dipengaruhi oleh usaha dan do'a. Kewajiban kita sebagai manusia adalah berusaha sebaik mungkin dan usaha juga harus diiringi dengan doa serta bertwakal atas segala keputusanNya. Setidaknya ada sebuah kesempatan yang tidak hilang ketika kita sudah berusaha untuk mendapatkannya.

WHAT ABOUT METAMORFOSHA

 [Mukadimah Forum Diskusi Tanbihunan Omah Tanbihun Edisi Desember 2022]

Setiap fenomena yang ada di alam ini merupakan kehendak ilahi. Seperti halnya fenomena keindahan yang terjadi pada kupu-kupu atau yang biasa kita sebut dengan proses metamoforsha. Pernakah kita berfikir bagaimana proses kehidupan yang dilaluinya? Ternyata, kehidupan yang dialami oleh makhluk kecil yang mempesona ini sangatlah rumit dan susah. Kupu kupu harus melewati proses yang amat sangat panjang sehingga menjadi makhluk kecil yang indah dan mempesona.


Namun ternyata, proses itu juga terjadi pada manusia. Metamorfosha manusia merupakan proses perjalanan hidup manusia untuk mengenal diri sendiri yang kemudian memunculkan sebuah perubahan dalam diri manusia ke arah yang lebih baik. Titik awal untuk menuju sebuah perubahan pada perjalanan hidup manusia yaitu diawali dengan pertanyaan siapakah aku? Pertanyaan singkat itulah merupakan rangkuman dari seluruh tugas kita pada perjalanan hidup di dunia. Tentu, kalimat “mengenal diri sendiri” terdengar sederhana namun ternyata tidak semua dari kita dapat berhasil melakukannya.
Forum tanbihunan edisi Desember ini mengajak kita untuk dapat merefleksikan diri terhadap usaha kita mengenal diri. Sejauh mana kita mengenal diri kita.

𝙏𝘼𝙉𝘽𝙄𝙃𝙐𝙉𝘼𝙉 𝙈𝙀𝙇𝙄𝙃𝘼𝙏 𝙂𝙀𝙇𝙄𝘼𝙏 𝙈𝘼𝙉𝙐𝙎𝙄𝘼

 𝙏𝘼𝙉𝘽𝙄𝙃𝙐𝙉𝘼𝙉 𝙈𝙀𝙇𝙄𝙃𝘼𝙏 𝙂𝙀𝙇𝙄𝘼𝙏 𝙈𝘼𝙉𝙐𝙎𝙄𝘼

Tanbihunan istilah yang diambil dari kata dasar Tanbihun (peringatan). Secara konotatif, tanbihun merujuk kepada istilah yang dipakai dalam kitab tarajumah karangan KH. Ahmad RIfa’I. Tanbihun semacam pintu untuk memasuki ruang ilmu, biasanya untuk membuka satu tema ilmu dalam kitab tarajumah ditandai dengan tulisan tanbihun, sebagaimana istilah bab, fasal, I’lam, faidah dalam kitab-kitab arab.


Dalam tradisi jawa, tanbihun sejajar dengan istilah _pepiling_. Dengan adanya pepiling harapannya manusia selalu mengingat tetang hakekat dirinya, Tuhannya, dan hulu hilir hidupnya.
Tanbihun ini menjadi istilah yang akrab dibenak para anak murid KH. Ahmad Rifa’I, karena ia mengingatkan kita pada masa kanak-kanak, ketika murid ditempa oleh keluarga dan pendidikannya untuk menghafal syarat-syaratan yang berkaitan dengan iman, islam, ihsan, tentu supaya sah iman dan ibadahnya kepada Allah Swt, agar juga menjaga kebaikan sesrawungan dengan manusia dan makhluk lain.
Syarat rukun keimanan, keislaman, peribadatan itu ditanamkan agar anak tumbuh menjadi manusia yang sadar bahwa dirinya bertugas di bumi untuk menjalani pengabdian kepada Allah (Abdullah), mengkhilafahi bumi (khalifatullah) dengan berpedoman kepada al-Qur’an, Hadits, Ijma, dan Qiyas.
Tanbihunan sepanjang yang saya pahami merupakan geliat generasi yang tidak saja menikmati tradisinya, tetapi juga resah pada adaptasi ajaran dan tradisinya dengan perubahan zaman. Fenomena ini juga merupakan konsekwensi zaman, dimana hujan deras informasi terjadi dimanapun dan kapanpun. Terbukanya arus informasi ini membawa banyak perubahan social kemasyarakatan. Pola-pola hubungan manusia yang searah, akhir-akhir ini mengarah kepada pola diskusif, interaktif, dan kolaboratif.
Hal itu terjadi secara massif dimanapun, hingga mengakibatkan nisbinya otoritas. Misalnya dahulu era pra internet otoritas pengetahuan agama dipegang sepenuhnya oleh kiai, ulama, pendeta, biksu, di era sekarang masing-masing orang bisa memberi kontribusi pada pengayaan ilmu pengetahuan keagamaan. Dokter pada beberapa puluh tahun yang lalu sebagai pemegang otoritas kesehatan, dapat menentukan obat tanpa kuritas, pada masa sekarang Pasien bisa secara mandiri menelusuri informasi obat yang diberikan dokter melalui intrnet, sehingga bisa turut mengontrol dokter sebagai pemegang otoritas kesehatan.
Ibaratnya kalau dahulu ada sumur-sumur ilmu pengetahuan seperti pesantren, kiai, sekolahan, guru, rumah sakit dan dokternya. Sekarang telah terjadi hujan deras informasi, yang setiap orang tidak harus mengambil dari sumur-sumur tersebut, mereka cukup menadahkan wadah untuk menampungnya, sehingga para sumur lambat atau cepat mengalami penurunan otorias.
Hal demikian menjadi mafhum bagi kita, apabila tantangan zaman tersebut dijawab dengan pola hubungan diskusi, sinau bareng, saling mengisi, sebagaimana metode yang dipakai dalam tanbihunan. Pola ini sebenarnya sudah lama ditawarkan oleh Tuhan sendiri dalam menumbuhkan manusia dan peradabannya. Dalam QS. An-Nahl: 16 Allah menawarkan metode tersebut, dengan Bahasa _wajadilhum billati hiya ahsan_ (dan berdiskusilah dengan mereka dengan yang lebih baik).
Pekalongan, 14/12/22
ahsa

Kamis, 20 Oktober 2022

Catatan Pinggir Batik Rifa’iyah

 


Batik Rifa’iyah….. Karya tua asing di telinga begitulah candaan penulis. Kalimat tersebut muncul Ketika penulis mengupload Kembali tulisan tentang Batik Rifa’iyah yang berjudul *Form Art to Religious Symbols* karya Rifa’iyah Media di salah satu group Forum Bisnis Alumni Gontor. 


Kita mulai darimana ya? Ok Close Your Door eh salah.. Open Your Mind


Batik Rifa’iyah, tentunya pembaca sudah tau to apa


itu batik? Bukan rahasia lagi, bahwa satu dari sekian budaya warisan Indonesia yang sudah diakui UNESCO ialah batik. Seni membatik punya peran penting dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Karena itu, seni ini merupakan identitas sekaligus penguat karakter bangsa. 


Lebih dari itu, batik ternyata juga menjadi media dakwah bagi para ulama di Indonesia. Perkembangan batik yang banyak terjadi di daerah santri membuat pengaruh Islam turut mewarnai perkembangan batik. Tak mengherankan jika batik merupakan media perjuangan sekaligus menjadi media dakwah.


Batik Rifa’iyah, begitu kain itu disebut, ialah salah satu motif yang menjadi kekhasan dari komunitas Rifa’iyah. Sebutan Rifa’iyah diambil dari seorang tokoh agama bernama KH Ahmad Rifai.


Dari sini boleh dong penulis memberanikan diri dan minta izin bahwa Batik Rifa’iyah adalah seni membatik yang terlahir dari rahim santri. Sebagaimana jiwa santri yaitu kemandirian (Berdikari) bukan kekayaan atau kerakusan ekonomi, dan warga Rifa’iyah sudah mengamalkannya melalui karya Batik Rifa’iyahnya. 


Dalam masyarakat Rifa’iyah wanita yang mulia dari sisi ekonomi adalah yang membantu nafkah suami dari rumahnya sendiri. Dan sangat jarang ditemui pada masyarakat Rifa’iyah wanita yang bekerja diluar rumah (bekerja ikut orang lain). Sebagaimana tertulis didalam kitab Adabut Tolab karya KH Ahmad Rifa’i


*Wong laki rabi berayan ngupoyone*

*Ing sandang pangan berayan kangelane*

*Namung ing wong wadon dudu mestine*

*Wong lanang ngidzinaken kasab nyatane* 


Seluruh rumah tangga harus berjuang bersama dalam mencukupi kebutuhanya , namun dalam masalah bekerja, tidak sepatutnya suami memberikan izin bekerja (diluar rumah) pada istrinya.


Mungkin hal semacam ini yang menjadi latar belakang terbentuknya Batik Rifa’iyah sehingga istri bisa membantu nafkah suami tanpa harus keluar rumah dan menjadi pekerja untuk orang lain. Tanpa tersadari oleh masyarakat Rifa’iyah sendiri ternyata kebudayaan semacam ini bisa menjadi solusi yang mana akhir2 ini marak kasus perceraian di Indonesia, dan salah satu penyebabnya dikarenakan wanita bekerja di luar rumah.


Sebenarnya masih banyak yang perlu diulas seperti limbah obat batik yang mencemari sungai, Batik Rifa’iyah juga menjadi solusi. Tetapi karena saya rasa tulisan sudah terlalu panjang, maka kami sudahi cukup sampai sini dulu. 


*TETAP BERKARYA DAN JANGAN LUPA KITA SEMUA KHOLIFAH FIL ARDHI*


AMS, Pekalongan 12-10-2022



Sabtu, 02 April 2022

Coretan Gus Muda Tentang Acara Apel Kebangsaan 3 Ormas Islam (Rifa'iyah, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah)



Mbah Rifa'i, sama halnya Mbah Hasyim dan Mbah Dahlan, merupakan pejuang bangsa dan agama. Bara dan api perjuangan yang pernah dihidupkan ketiga tokoh tersebut tak boleh padam. Dalam hal ini, peran pemuda sebagai tangga estafet perjuangan sangat berpengaruh bagi maju-mundurnya bangsa dan agama.

Selain untuk saling mengenal satu sama lain (li ta'aarofu), mengenang dan menelusuri jejak ketiga tokoh tersebut merupakan langkah awal untuk menjaga persatuan, kerukunan dan kedamaian di zaman yang penuh perpecahan seperti sekarang ini.
Berkarya, bersuara dan berdoa ialah metode yang diajarkan Nabi dalam berdakwah untuk menandingi kemungkaran. Dan, acara ini (Mengenang Tiga Tokoh Bangsa) merangkum dan meliputi ketiga metode dakwah atau syiar yang diajarkan Nabi.
Selamat dan sukses untuk acara Kirab dan Apel Kebangsaan 3 Ormas Islam (Rifa'iyah, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah)
Yang muda, yang berkarya!!!
Gus Yahdi Muzarie