ππΌππ½πππππΌπ ππππππΌπ πππππΌπ ππΌπππππΌ
Tanbihunan istilah yang diambil dari kata dasar Tanbihun (peringatan). Secara konotatif, tanbihun merujuk kepada istilah yang dipakai dalam kitab tarajumah karangan KH. Ahmad RIfa’I. Tanbihun semacam pintu untuk memasuki ruang ilmu, biasanya untuk membuka satu tema ilmu dalam kitab tarajumah ditandai dengan tulisan tanbihun, sebagaimana istilah bab, fasal, I’lam, faidah dalam kitab-kitab arab.
Tanbihun ini menjadi istilah yang akrab dibenak para anak murid KH. Ahmad Rifa’I, karena ia mengingatkan kita pada masa kanak-kanak, ketika murid ditempa oleh keluarga dan pendidikannya untuk menghafal syarat-syaratan yang berkaitan dengan iman, islam, ihsan, tentu supaya sah iman dan ibadahnya kepada Allah Swt, agar juga menjaga kebaikan sesrawungan dengan manusia dan makhluk lain.
Syarat rukun keimanan, keislaman, peribadatan itu ditanamkan agar anak tumbuh menjadi manusia yang sadar bahwa dirinya bertugas di bumi untuk menjalani pengabdian kepada Allah (Abdullah), mengkhilafahi bumi (khalifatullah) dengan berpedoman kepada al-Qur’an, Hadits, Ijma, dan Qiyas.
Tanbihunan sepanjang yang saya pahami merupakan geliat generasi yang tidak saja menikmati tradisinya, tetapi juga resah pada adaptasi ajaran dan tradisinya dengan perubahan zaman. Fenomena ini juga merupakan konsekwensi zaman, dimana hujan deras informasi terjadi dimanapun dan kapanpun. Terbukanya arus informasi ini membawa banyak perubahan social kemasyarakatan. Pola-pola hubungan manusia yang searah, akhir-akhir ini mengarah kepada pola diskusif, interaktif, dan kolaboratif.
Hal itu terjadi secara massif dimanapun, hingga mengakibatkan nisbinya otoritas. Misalnya dahulu era pra internet otoritas pengetahuan agama dipegang sepenuhnya oleh kiai, ulama, pendeta, biksu, di era sekarang masing-masing orang bisa memberi kontribusi pada pengayaan ilmu pengetahuan keagamaan. Dokter pada beberapa puluh tahun yang lalu sebagai pemegang otoritas kesehatan, dapat menentukan obat tanpa kuritas, pada masa sekarang Pasien bisa secara mandiri menelusuri informasi obat yang diberikan dokter melalui intrnet, sehingga bisa turut mengontrol dokter sebagai pemegang otoritas kesehatan.
Ibaratnya kalau dahulu ada sumur-sumur ilmu pengetahuan seperti pesantren, kiai, sekolahan, guru, rumah sakit dan dokternya. Sekarang telah terjadi hujan deras informasi, yang setiap orang tidak harus mengambil dari sumur-sumur tersebut, mereka cukup menadahkan wadah untuk menampungnya, sehingga para sumur lambat atau cepat mengalami penurunan otorias.
Hal demikian menjadi mafhum bagi kita, apabila tantangan zaman tersebut dijawab dengan pola hubungan diskusi, sinau bareng, saling mengisi, sebagaimana metode yang dipakai dalam tanbihunan. Pola ini sebenarnya sudah lama ditawarkan oleh Tuhan sendiri dalam menumbuhkan manusia dan peradabannya. Dalam QS. An-Nahl: 16 Allah menawarkan metode tersebut, dengan Bahasa _wajadilhum billati hiya ahsan_ (dan berdiskusilah dengan mereka dengan yang lebih baik).
Pekalongan, 14/12/22
ahsa
0 comments:
Posting Komentar