Link Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=HEZJOmr9UFI&t=2s
* KAHIDAH 2* *PROPORSIONAL* فَرْتَيْلَا اَرْتَ كنِيْ بَايُوْ اِيْكُوْ مُنْفَعَةْ نَلِيْكَا كَبنرَانْ فَتْرَفَيْ دِحَاجَةْ _∼ telah jelas...
Media Informasi Kegiatan dan berbagai hal tentang Pimpinan Daerah Angkatan Muda Rifa'iyah dan Jama'ah Rifa'iyah Kota Pekalongan
Media Informasi Kegiatan dan berbagai hal tentang Pimpinan Daerah Angkatan Muda Rifa'iyah dan Jama'ah Rifa'iyah Kota Pekalongan
Media Informasi Kegiatan dan berbagai hal tentang Pimpinan Daerah Angkatan Muda Rifa'iyah dan Jama'ah Rifa'iyah Kota Pekalongan
IBADAH KUALITAS BUKAN HANYA KUANTITAS
oleh : Agus Syafa'at (PD AMRI Kota Pekalongan)
Ibadah berasal dari kata Abida-Ya'budu yang berarti mengabdi kepada Tuhan, dan ibadah secara epistomonologi adalah wujud pengabdian seorang hamba di dunia kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka dari itu titik berat ibadah terletak pada kepada siapa kita mengabdi dan tentunya hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Allah SWT didalam Ayat Alqur'an juga menegaskan:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)
PEDULI KEBAHAGIAAN
Oleh : Muhammad Nawa Syarif
Sedari dulu, para ulama' didalam kegiatan keseharian tak pernah mendikotomikan antara ibadah individual dan sosial. Ketika malam tiba mereka bersujud, mentadabburi kalamNya, membasahi bibir dengan senantiasa menyebut namaNya.
Tatakala matahari memancar, para ulama' berangkat ke sawah, menanam padi, buah-buahan, serta memberi kegembiraan kepada mereka yang kesusahan. Bagi mereka Menegakkan aksi kemanusiaan merupakan bentuk pengabdian kepada Tuhan, dan berlipat-lipat pahala didapatkan.
Melihat keluhan masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 di Pekalongan khususnya, AMRI (Angkatan Muda Rifa'iyah) sebagai penerus perjuangan KH. Ahmad Rifa'i, wajib hukumnya ikut serta peduli melaksanakan aksi saling tolong menolong terhadap sesama.
Bagaimana tidak? Sedangkan KH. Ahmad Rifa'i menjelaskan dalam fatwanya.
Wajib wong kang nduwe Rizqi leluwihan
Iku Tulung banget ing wong leluwehan
(Wajib bagi mereka yang memiliki Rizqi lebih, menolong kepada mereka yang kelaparan).
Kamis 5 Agustus 2021, sebagian dari rekan-rekan AMRI melakukan aksi peduli di Poncol baru kota Pekalongan dan disambung dengan hangat oleh warga sekitar. Konsep yang ditawarkan adalah mempersilahkan mereka menyantap hidangan tanpa ada rasa malu-malu, bahkan dipersilahkan ikut serta memasak tanpa rasa sungkan. Tujuannya tak lain bisa membahagiakan mereka yang kesusahan, Terbitlah rasa guyup rukun saling gotong royong satu sama lain.
Meminjam istilah peribahasa "dari pada mengutuk kegelapan, mari nyalakan lilin sebagai penerang". Harapannya masyarakat mulai sadar dan aksi yang telah disulut oleh AMRI bisa berjalan dengan Istiqomah dan kebahagiaan menyertai kita semua.
Pekalongan, 05 Agustus 2021.
*Merespon Pertanyaan Perihal Makam dan foto KH. Ahmad Rifa’i*
Dalam sebuah kajian memperingati hari pahlawan, 10 November 2018 di Jajarwayang Batang, ada satu pertanyaan dari audien, “dari mana asal usul foto KH. Ahmad Rifa’i?” waktu itu saya menerangkan sederhana saja, foto itu berasal dari penelusuran team yang dibentuk oleh warga Rifa’iyah yang menjadi Panitia pameran stand Festival Istiqlal 1991, Festival Istiqlal 1991 di Jakarta. Jawaban saya disambut oleh pengakuan Mbah Qodnin Pasca Acara yang menyatakan kesaksiannya bahwa foto di dapat dari Arsip Nasional. Kemudian kami berusaha menelusuri sumber literasi dari beberapa dokumen milik KH. Ahmad Syadizirin Amin Pekalongan.
Berdasarkan keterangan yang saya temukan dalam catatan almarhum KH. Ahmad Syadzirin Amin diterangkan bahwa foto itu mulai ditemukan pasca pagelaran Festival Istiqlal 1991. Salah seorang pengunjung stand bazar Festival mengusulkan agar foto KH. Ahmad Rifa’i di lacak di arsip nasional. Setelah ditemukan, berdasarkan keterangan almarhum Bapak Qodnin Jajarwayang Bojong Pekalongan bahwa foto itu kemudian dibawa ke Yogyakarta oleh alm KH. Ahmad Syadzirin yang mempunyai mitra pelukis disana. Hal ini sangat wajar, karena di tahun sebelumnya alm KH. Ahmad Syadzirin sempat menjadi ketua panitia “Seminar Nasional Mengungkap Pembaharuan Islam abad XIX, Gerakan KH. Ahmad Rifa’I Perubahan dan Kesinambungannya.” di Yogyakarta.
Foto KH. Ahmad Rifa’I penting untuk diungkap kembali mengingat ada informasi bahwa salah satu Jamaah di Cirebon menyatakan bahwa fotonya KH. Ahmad Rifa’I diklaim sebagai tokoh panutan mereka, dengan bukan mengatasnamakan sebagai KH. Ahmad Rifa’i. Menurut Agus Sulistyo sejarawan Pekalongan, menyatakan bahwa klaim jamaah tertentu kepada foto KH. Ahmad RIfa’I yang diakui sebagai tokoh panutan mereka. Klaim tersebut tidak bisa mengalahkan legalitas nasional bahwa foto itu sebagai foto salah satu pahlawan nasional yang bernama KH. Ahmad Rifa’i. Klaim jamaah tidak bisa mengalahkan otoritas dan legalitas nasional.
Saran dari penulis buku biografi Bhaurekso tersebut “alangkah lebih baiknya, sebagai generasi penerusnya KH. Ahmad RIfa’I segera menelusuri kembali data di arsip nasional. Untuk melacak kevalidan foto KH. Ahmad Rifa’I sebagai bukti manuskrip.” Atau menerjemahkan arsip-arsip yang sudah ada, diantaranya tersimpan di perpustakaan KH. Ahmad Syazdirin dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia. Barangkali dari sana bisa diambil keterangan tentang keberadaan foto dan banyak hal tentang KH. Ahmad Rifa’i. Demikian saran Beliau.
Untuk mengetahui makam KH. Ahmad Rifa’I, kita bisa melacak masa akhir perjalanan hidup KH. Ahmad Rifa’I. Merujuk kepada satu surat _(layang tanbih)_ yang pernah ditulis oleh KH. Ahmad Rifa’i ditujukan kepada anak menantunya K. Maufura di Keranggongan Limpung Batang, maka ditemukan bukti bahwa KH. Ahmad Rifa’i sempat hidup di Ambon.
Kemudian kami temukan data menurut KH. Ahmad Syadizirin di buku _“Gerakan Ahmad Rifa’I dalam Menentang Kolonial Belanda”_ bahwa diterangkan berdasarkan arsip Belanda: _Jacquet 1880: 305/6_ menyatakan bahwa KH. Ahmad Rifa’I meninggal di rumah tahanan Batu Merah Ambon Maluku dan dimakamkan disana. Cuma kemudian pemakaman itu sudah tidak ada karena tergusur oleh pembangunan kota. Hal ini dikuatkan oleh persaksian Ahmad Razi asal Kramatsari Pekalongan yang sempat bekerja disana menguatkan keterangan arsip tersebut.
Korespondensi antara alm KH. Rahmatullah bin Muslani dengan Muhammad Syarif, Pegawai Kemenag pusat yang menyempatkan menelusuri makam KH. Ahmad RIfa’i. Diterangkan bahwa Muhammad Syarif menelusuri makam KH. Ahmad Rifa’I sejak dari Ambon, disana tidak ditemukan makam KH. Ahmad Rifa’I. Yang beliau temukan adalah Makam keturunan Diponegoro yang bernama Ibu Onah.
Muhammad Syarif melanjutkan perjalanannya ke Ternate (Maluku Utara), disana tidak ditemukan pula makam KH. Ahmad Rifa’i. Yang beliau temukan adalah makam raja-raja kesultanan ternate yang masuk agama Islam pada tahun 1500 an. Mereka adalah murid dari Sunan Giri.
Kemudian perjalanan berlanjut ke makam Imam Bonjol. Makam ini berada sekitar 8 kilometer dari kota Manado. Disana juga tidak ada makam KH. Ahmad Rifa’i.
Perjalanan dilanjutkan ke makam Kiai Mojo di kampung Jawa, Tondano Kabupaten Minahasa disana ditemukan makam KH. Ahmad Rifa’I berdekatan dengan makam K. Mojo dan makam KH. Zainuddin yang berasal dari kuningan yang diasingkan bersama rombongan Kiai Mojo.
Masalah: Kemudian dalam perjalanannya tentang makam KH. Ahmad Rifa’I banyak yang mempermasalahkan, bahkan menurut K. Makhfudz ada seseorang yang mengingkari bahwa makam atas nama KH. Ahmad Rifa’I di kampung Jawa Tondano Minahasa itu bukan KH. Ahmad Rifa’I dari Kendal atau Batang, tetapi makam itu merupakan makam K. RIfa’I pengikut Kiai Mojo yang berasal dari Demak.
Melihat kenyataan sejarah bahwa orang yang diasingkan oleh Belanda itu bukan sembarangan orang, tetapi yang dikhawatirkan menjadi pemimpin bagi banyak rakyat. Kemudian dikhawatirkan membuat gerakan laskar ala Diponegoro. Karena Belanda merasa trauma atas kebangkrutan ekonomi sejak perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Kalau satu orang saja bisa menjadikan Hindia Belanda bangkrut, bagaimana kalau gerakan perlawanan itu muncul dimana-mana?
Jadi menurut saya yang ditangkap oleh Belanda orang-orang tertentu (tokohnya saja) bukan dengan murid-muridnya untuk diasingkan. Mengingat beberapa gerakan perlawanan surut ketika tokohnya ditangkap. Berdasarkan logika ini, maka saya menganggap mustahil kalau makam itu adalah makam muridnya K. Mojo yang kebetulan bernaka K. Rifa’i.
Merujuk pada diskusi kami dengan Pak Agus Sulistyo, menerangkan bahwa klaim silsilah bentuk apapun tidak bisa membatalkan legalitas nasional yang berupa penghargaan terhadao KH. Ahmad RIfa’I sebagai pahlawan Nasional. Kecuali mereka benar-benar melakukan penelitian sejarah, social bidaya, dan antropologi.
Dalam penelitian sejarah harus merujuk kepada data artifact yang Kampung Jawa Tondano ada dua berupa makam dan peti peniggalan KH. Ahmad Rifa’I yang sekarang di tangan istri dari Bapak Rebo pekuncen makam KH. Ahmad Rifa’i. Selain _artifact_ kita juga bisa melacak melalui _sosiofact_ atau fakta-fakta yang ditemukan secara kebiasaan social masyarakat marga Rifa’i. Apakah dari interaksi mereka kita menemukan fakta interaktif hasil ekspresif khas Mbah Rifa’i. Atau jenis interaksi dan ekpresi mereka yang dipengaruhi oleh ajaran KH. Ahmad RIfa’i. Kemudian juga bisa dibuktikan dengan _mentifact_ atau meneliti karakter manusia anak turun KH. Ahmad Rifa’I disana. Tentunya untuk membuktikan ini semua melalui jalan penelitian.
Pembuktian lainnya lewat jalur pemeriksanaan DNA RNA di rumah sakit semacam Tlogorejo Klinik Forensik. DNA siapa yang diambil keturunan KH. Ahmad Rifa’I yang di menado dan keturunan di daerah di Jawa. Maka akan ditemukan apakan asam amino DNA RNA mereka ada kesamaan atau kedekatan?
Maka klaim silsilah tidak perlu dikhawatirkan. Ibarat _“semua orang bisa mengarang, tetapi semua orang tidak bisa membuktikan.”_ Jalan pembuktiannya lewat penelitian sosio historis untuk mengungkap _artifact, sosiofact, dan mentifact._ Atau lewat jalur medis pembutian DNA RNA.
Adapun jawaban perihal pengalaman intuitif seseorang yang kemudian menunjukkan bahwa makam Syaikh Genuk Semarang ternyata juga disebut makam KH. Ahmad Rifa’i. hal tersebut berdasarkan pengalaman ilmu intuisi seseseorang. Memahami hal ini, pendekatannya dengan ilmu mistik Jawa. Bahwa seorang murid yang menempuh mengambil jalur maqom ilmunya Mbah Rifa’I, maka ia secara haqiqi masuk di maqom ilmu KH. Ahmad Rifa’i.
Untuk memudahkan memahami konsep ini kita bisa upamakan HP. Mungkin HP dengan mesin Samsung bisa banyak serinya, modelnya, chasingnya. Tapi tetap orang akan menamakan itu sebagai Samsung. Sebagaimana Nur Muhammad bisa bersemayam di Jasad Ibrahim, Isa, Musa, Muhammad bin Abdullah juga di jasad Raden Mas Said, dst. Maka tidak heran kalau ada konsep pesantren bahwa Ilmu itu Cahaya. Bahwa cahaya ilmunya Mbah Rifa’I merasuk ke Syaikh Genuk, maka Syaikh Genuk akhirnya disebut juga sebagai Mbah Rifa’i. Yang paling rasional memakai nalar tersebut, saya menyimpulkan bahwa Syaikh Genuk itu salah satu murid KH. Ahmad RIfa’I yang ilmunya mencapai maqom ilmu Mbah RIfa’I _(Nur Rifa’i)_.
Mohon maaf atas ke Sok tahuannya. _Kemudian kita berserah diri Hanya kepada Allah. Karena Dia Yang Maha Tahu atas segala sesuatu._
Pekalongan, 4 Agustus 2021
Ahmad Saifullah
*KAHIDAH 3*
Premium Wordpress Themes, Wholesale Jewelry And Template Blogger