Kamis, 20 Oktober 2022

Catatan Pinggir Batik Rifa’iyah

 


Batik Rifa’iyah….. Karya tua asing di telinga begitulah candaan penulis. Kalimat tersebut muncul Ketika penulis mengupload Kembali tulisan tentang Batik Rifa’iyah yang berjudul *Form Art to Religious Symbols* karya Rifa’iyah Media di salah satu group Forum Bisnis Alumni Gontor. 


Kita mulai darimana ya? Ok Close Your Door eh salah.. Open Your Mind


Batik Rifa’iyah, tentunya pembaca sudah tau to apa


itu batik? Bukan rahasia lagi, bahwa satu dari sekian budaya warisan Indonesia yang sudah diakui UNESCO ialah batik. Seni membatik punya peran penting dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Karena itu, seni ini merupakan identitas sekaligus penguat karakter bangsa. 


Lebih dari itu, batik ternyata juga menjadi media dakwah bagi para ulama di Indonesia. Perkembangan batik yang banyak terjadi di daerah santri membuat pengaruh Islam turut mewarnai perkembangan batik. Tak mengherankan jika batik merupakan media perjuangan sekaligus menjadi media dakwah.


Batik Rifa’iyah, begitu kain itu disebut, ialah salah satu motif yang menjadi kekhasan dari komunitas Rifa’iyah. Sebutan Rifa’iyah diambil dari seorang tokoh agama bernama KH Ahmad Rifai.


Dari sini boleh dong penulis memberanikan diri dan minta izin bahwa Batik Rifa’iyah adalah seni membatik yang terlahir dari rahim santri. Sebagaimana jiwa santri yaitu kemandirian (Berdikari) bukan kekayaan atau kerakusan ekonomi, dan warga Rifa’iyah sudah mengamalkannya melalui karya Batik Rifa’iyahnya. 


Dalam masyarakat Rifa’iyah wanita yang mulia dari sisi ekonomi adalah yang membantu nafkah suami dari rumahnya sendiri. Dan sangat jarang ditemui pada masyarakat Rifa’iyah wanita yang bekerja diluar rumah (bekerja ikut orang lain). Sebagaimana tertulis didalam kitab Adabut Tolab karya KH Ahmad Rifa’i


*Wong laki rabi berayan ngupoyone*

*Ing sandang pangan berayan kangelane*

*Namung ing wong wadon dudu mestine*

*Wong lanang ngidzinaken kasab nyatane* 


Seluruh rumah tangga harus berjuang bersama dalam mencukupi kebutuhanya , namun dalam masalah bekerja, tidak sepatutnya suami memberikan izin bekerja (diluar rumah) pada istrinya.


Mungkin hal semacam ini yang menjadi latar belakang terbentuknya Batik Rifa’iyah sehingga istri bisa membantu nafkah suami tanpa harus keluar rumah dan menjadi pekerja untuk orang lain. Tanpa tersadari oleh masyarakat Rifa’iyah sendiri ternyata kebudayaan semacam ini bisa menjadi solusi yang mana akhir2 ini marak kasus perceraian di Indonesia, dan salah satu penyebabnya dikarenakan wanita bekerja di luar rumah.


Sebenarnya masih banyak yang perlu diulas seperti limbah obat batik yang mencemari sungai, Batik Rifa’iyah juga menjadi solusi. Tetapi karena saya rasa tulisan sudah terlalu panjang, maka kami sudahi cukup sampai sini dulu. 


*TETAP BERKARYA DAN JANGAN LUPA KITA SEMUA KHOLIFAH FIL ARDHI*


AMS, Pekalongan 12-10-2022