*KAHIDAH 13*
*DIKOTOMI ILMU = DISKRIMINASI ILMU*
Dalam satu perbincangan seorang siswa santri bertanya kepada gurunya, perihal ilmu,
_“Pak, apakah ilmu matematika tidak sampai ke akherat.”_ Guru itu spontan menjawab.
_“saya tidak bisa memastikan hal itu, tapi faktanya besok kita semua tidak difikih atau diushul tetapi dihisab. Dihisab itu artinya apa?”_ serempak siswa yang ikut hadir dalam perbincangan santai itu menjawab, _“dihituuung!”_
_“Ilmu untuk menghitung itu ilmu apa?”_
_“Matematikaaaa”_ diiringi senyuman dari siswa yang berkerumun.
Mungkin ingin memperjelas, atau memperluas keterangan, diantara siswa menyusuli pertanyaan lagi.
_“Katanya matematika bukan ilmu agama Pak?”_
_“Lha terus ilmu apa?”_
_“Ilmu Umum!”_
_“Aneh”_
_“Kok aneh Pak?”_ beberapa wajah siswa terlihat mulai penasaran dengan kata aneh.
_“Iya. Karena yang saya tahu antonimnya umum itu khusus, bukan agama. Jadi kalau mau mendikotomikan ilmu yang benar adalah ilmu umum dan ilmu khusus.”_
_“Terus maksudnya ilmu khusus itu apa Pak?”_
_“Ilmu khusus itu seperti keRifaiyahan, keMuhammadiyahan, keNUan, sedangkan ilmu umum itu seperti matematika.”_
_“Maksudnya?”_
_“Kalau matematika, siapapun orangnya yang minat bisa mempelajari. Entah orang-orang di Jepang, Amerika, Indonesia, Jerman. Entah Muslim, Yahudi, Hindu, Buddha semua mempelajari matematika.”_
_“Sedangkan, KeRifa’iyahan, siapa yang mempelajari?”_
_“Khusus siswa keturunan warga Rifa’iyah.”_
_“Paham ya…”_
Serempak siswa menjawab, _“Pahaaaam.”_
_“Jadi jangan ikut-ikutan mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Sebatas yang saya tahu secara logika, hal itu salah. Dan efeknya kalian jadi malas mempelajari ilmu yang selama ini dikatakan sebagai ilmu umum, karena merasa tidak berguna di akherat.”_
_“Padahal amat jelas Allah menegaskan pentingnya ilmu matematika melalui ayat”_
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ
_“Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”_
*Kehidupan mustahil terjadi, apabila tanpa perhitungan.*
_“Kalau ilmu umum dikotominya dengan ilmu khusus, lantas ilmu agama didikotomikan dengan ilmu apa Pak?”_
_“Yang hampir seakan-akan benar menurut anggapanku. Ilmu agama pasangannya ilmu budaya. Karena agama kreasi Tuhan, sedangkan budaya kreasi manusia. Tetapi sesungguhnya, hakekatnya agama tidak bisa didikotomikan”_
_“lho kenapa Pak?”_
_“Iya. Agama itu kan seperti air. Ia ada di otak, perut dan seluruh jasmani kita, ia juga ada di tanah, di gunung, di laut, sungai, sumur, awan, dan dimana-mana. Sebagaimana agama, agama ada di olah raga, agama ada di music, kimia, fisika, biologi, budaya, masyarakat, dan dimana saja ada agama. Agama itu tidak hanya fiqih.”_
_“Kok bisa Pak?”_
_“Lha iya. Misalnya agama mengajarkan keadilan, dalam al-Qur’an difirmankan:”_
اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ
_“Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa”_
_“Saya Tanya, dalam olah raga mengajarkan keadilan tidak?”_ siswa ragu menjawab.
_“Oke. Adil dalam istilah olah raga disebut sebagai apa?”_
_“Sportiiif”_
_“Kalau dalam musik?”_
_“harmoni”_
_“Jadi bagaimana mungkin dalam musik tidak ada agama?”_
_“Terus kalau dalam olah raga Pak?”_
_“Baik. Saya Tanya, selama ini media yang bisa membakar semangat cinta tanah air, media apa?”_ siswa gak menjawab.
_“Bukankah semangat nasionalisme itu bergelora ketika kesebelasan Indonesia berlaga dengan kesebelasan Negara lawan?”_
_“Iya Pak. hubbul wathon minal iman”_ disambut koor Ya Lal Wathon.
Selepas bersama menyanyikan _Ya Lal Wathon,_ ternyata pembicaraan mengenai dikotomi belum usai. Mereka masih mengejar dengan rentetan pertanyaan.
_“Pak, dasar ayat al-Qur’annya mempelajari ilmu biologi apa Pak?”_
اَفَلَا يَنْظُرُوْنَ اِلَى الْاِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْۗ
_“Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?”_
_“Apakah kalian bisa mempelajari bagaimana penciptaan unta melalui ilmu Ushul, Fiqih dan Tasawuf? Bukankah itu semua dipelajari melalui ilmu biologi. Kalau orang menganggap remeh ilmu biologi berarti ia acuh terhadap firman tadi.”_
_“Kalau dasarnya al-Qur’annya anjuran mempelajari ilmu fisika Pak?”_
_“Surat al-Ghasyiyah ayat berikutnya sebagai dasar anjuran mempelajari fisika, astronomi, dll”_
وَاِلَى السَّمَاۤءِ كَيْفَ رُفِعَتْۗ
_“Dan langit, bagaimana ditinggikan?”_
_“Berikutnya tentang pentingnya geografi.”_
وَاِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْۗ
_“Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?”_
وَاِلَى الْاَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْۗ
_“Dan bumi bagaimana dihamparkan?”_
_“Pak, tapi kan, Mbah Rifa’I hanya menganjurkan tiga ilmu Ushul, Fiqih, Tasawuf Pak.”_
_“Siapa bilang. Wong dalam kitab Targhib jilid satu disebutkan”_
_ora nana derajat ilmu luwih luhur, tinimbang ilmu saking ilmu ma’rifat milahur_
_(tidak ada derajat ilmu lebih tinggi, dibandingkan dengan ilmu ma’rifat)_
“maksudnya ma’rifat kepada apa Pak?”
_“Mbah Rifa’i dalam kitab _Targhib_ mengatakakan bahwa manusia terlena karena tidak memperhatikan penciptaan dirinya. Kemudian Beliau mengutip ayat al-Qur’an.”_
_“Kita kutipkan persis kata-kata beliau”_
أَكَيهْ مَنُوْسَا فَدَا تِنمُوْ لَيْنَا اَوْرَا مَعْرِفَةْ اِعْكَعْ كَوَىْ بَدَنْ كَعْ اَنَا
اِيْكِيْ لَهْ قُرْاَنْ كَلَامُ اللهْ كَورُهَنَا وَفِىْ اَنْفُسِكُمْ اَفَلَا تُبْصِرُونَ
لَنْ اِعْدَلمْ اَوَاكِيْرَ كاَبَيْه كَدَدَيْهَنَىْ اَنَتَا اَوْرَا نِعَالِىْ كلَا كُوْهَانَىْ كَبَيهْ تِنَمُوْنَىْ
_“Kemudian pertanyaannya untuk mengetahui diri manusia, bukankah orang harus mempelajari biologi untuk mengetahui jasmaninya, psikologi mengetahui jiwanya, dan tasawuf untuk mengetahui perkembangan ruhaninya.”_
_“Dari alur logika pernyataan di kitab _Targhib_ yang bersandar pada Firman Tuhan, kita jadi menyaksikan bahwa Mbah Rifa’I mengajurkan mempelajari ilmu biologi, psikologi dan tasawuf. Bahkan dinyatakan ilmu ini sebagai ilmu yang berderajat tinggi.”_
_“berarti selama ini anggapan umum kita salah Pak?”_
_“monggo… salah atau tidak yang jelas ilmu itu dinamis. Tidak mandeg sebagai dogma yang diyakini kebenarannya tapi ternyata menyesatkan.”_
_“Yang jelas Mbah RIfa’I sering mengutip ayat berikut ini.”_
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِه عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
_”Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.”_
*ojo anut umbyung ing wong sasar bingung*
Pekalongan, 23 September 2021
AHSA